Wednesday, 20 April 2016

PENGERTIAN DAGING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS DAGING

      Daging adalah otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil, masing-masing berupa sel memanjang yang disatukan oleh jaringan ikat, membentuk berkas ikatan yang pada kebanyakan daging jelas kelihatan lemak pembuluh darah dan urat syaraf. Bila potongan daging diamati secara teliti maka tampak dengan jelas bahwa daging terdiri atas tenunan yang terdiri atas air, protein, tenunan lemak dan potongan tulang.Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.   Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.








Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui proses rigormortis, dalam proses rigormortis tersebut otot akan mengalami kehilangan glikogen dan mengakibatkan otot menjadi kaku, setelah itu enzim-enzim proteolitik pada daging akan bekerja dalam memperbaiki keempukan.

Daging mempunyai  struktur daging yang terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf. Menurut SNI 01-3947-1995 Urat daging melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi /kerbau yang sehat waktu dipotong. Jenis mutu dibedakan menjadi segar, dingin dan beku, syarat muut, pengambilan contoh dan pengemasan.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat, tidak diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, (4) cara pemotongan harus higienis.
penilaian terhadap daging sapi didasarkan pada sifat daging, yang menurut selera konsumen adalah keadaan perlemakannya (marbling), warna dan keempukan.  Disamping itu sifat daging sapi  juga sangat ditentukan oleh mutu genetik (bangsa sapi), jumlah dan kualitas pakan, serta manajemen.
   




ada beberapa faktor yang  mempengaruhi turunya kualitas daging yaitu; Banyak bukti menunjukkan, perlakuan kepada hewan ternak termasuk hewan-hewan qurban dengan “manusiawi” atau dengan lembut maka nantinya akan menghasilkan daging yang lebih enak untuk disantap.
Salah satu yang punya pengaruh pada kualitas daging hewan qurban adalah cara menyembelihnya. Pada industri daging internasional, bahkan ada satu hal yang sangat ditakuti yaitu metode dark cutter, yaitu memotong hewan ternak yang ketakutan saat akan disembelih. Akibatnya ada adrenaline yang terpompa ke dalam tubuhnya, metode ini sangat dihindari dan ditakuti karena akan menghasilkan daging ternak yang keras dan rasa yang kurang nikmat.
Selain itu, faktor lain yang bisa mempengaruhi kualitas daging ternak adalah pemberian suntikan atau vaksin atau obat-obatan dan antibiotik. Jika terlalu sering menyuntikkan suntikan akan menghasilkan luka dan pada akhirnya hanya akan meninggalkan lapisan daging yang keras dan tak enak dimakan.
Faktor  yang sebabkan beda kualitas rasa daging hewan qurban adalah tingkatan stress si hewan. Jika ternak terlalu banyak stress akan berhenti membentuk lapisan lemak pada daging mereka. Padahal lemak adalah salah satu alasan utama yang membuat daging hewan qurban itu nikmat rasanya.
A,Faktor Sebelum pemotongan
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres.
  • .       Genetic/Keturunan
Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya
45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor
genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan keempukan daging antargrade dan potongan daging sejenis.
  • .      Spesies
Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia, mampu memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi daya adaptasi yang tinggi, dan sebagainya.  Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu ternak.

  • .       Bangsa
Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan.  Bangsa suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri.  Misalnya ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam karkas cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya tebal. Dan sebagainya.
Jadi dilihat dari bangsa ternak itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.      
  • .      Tipe ternak
Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak potong  dan tipe ternak perah.  Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak perah.  Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara untuk menghasilkan daging, dan sebaliknya.
  • .       Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat) (Tambunan, 2010).
Umumnya daging yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Namun pada kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada sapi tidak dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging kambing, karena kedua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat dibandingkan dengan sapi. Oleh karena itu konsumen daging domba atau kambing lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda. Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar.
Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur ternak.
  • .       Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)
Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang penggembalaan.
Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-bijian
biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
  • .      Keadaan Stress
·         DFD (Dark Firm Dry)
Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al., 2000). Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al., 2002).Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin.Perbedaan warna daging disebabkan oleh adanya H2O2 dan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Senyawa H2O2 menyebabkan oksidasi oksimioglobin menjadi metmioglobin yang berwarna coklat (Varnam & Sutherland,1995). Kandungan H2O2 yang dihasilkan oleh bakteri yang memfermentasi secara alamiah kemungkinan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah H2O2 yang dihasilkan olehL . plantarum selama memfermentasi daging. Hal ini menyebabkan warna daging terfermentasi alamiah lebih gelap dibandingkan dengan daging difermentasi L. plantarum.
·         PSE (Pale Soft Exudatife)
Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu yang lama sebelum penyembelihan shg pH tetap tinggi stlh penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari glikogen yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi. Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein (Bendall, 1960). Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air keruang ekstraselular.

B, Faktor Setelah Pemotongan
Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot.
  • .       Metode Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan.  Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.
Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong. Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor dimasak, akan alot dan tidak nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging (pelayuan).  Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat diinfeksi oleh mikroba.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa khas.

No comments:

Post a Comment